Header Ads Widget

Cerita Karya Misionaris Fransiskan (OFM) Di Hubulama (Lembah Balim)

Oleh, Sdr. Vredigando Engelberto Namsa, OFM

1. Pengantar Misi Fransiskan di Papua

Cerita mengenai misi para Fransiskan di daerah yang waktu itu bernama Nederlands Nieuw Guinea, dimulai dengan adanya sepucuk surat pendek yang ditulis oleh Provinsial Misionaris Hati Kudus, Pater Nico Verhoeven, MSC, pada tanggal 23 November 1935 kepada Pater Paulus Stein, OFM, Kustos dari Fransiskan Belanda. Isi surat itu kurang lebih berbunyi: Mgr. Aerts, MSC, Vikaris Apostolik dari Nederlands Nieuw Guinea, mengusulkan kepada kami supaya mencari sebuah Ordo atau Kongregasi yang bersedia mengambil ahli sebagian dari Vikariat yang sangat luas dan sebagiannya belum digarap (bdk. Jan Slot, “Fransiskan Masuk Papua Jilid I”, Jayapura: Kustodi Fransiskus Duta Damai Papua, 2012, hal. 3). 

Secara jujur dapat dikatakan bahwa Fransiskan (OFM) tidaklah begitu kenal dengan daerah yang ditawarkan itu, tetapi itupun tidak aneh. Perlu diakui bahwa usaha-usaha pembicaraan antara pihak MSC dan OFM di Belanda tidak membawa hasil yang memuaskan. Masalah yang cukup berat ialah masalah keuangan Ordo, pada waktu itu situasi Belanda cukup mempengaruhi pendapatan Ordo dalam hal keuangan. Selain itu, Fransiskan Belanda juga mempunyai daerah misi di tempat lain. Tempat-tempat itu antara lain Cina, Brasilia dan Norwegia. Tempat misi ini membutuhkan biaya hidup yang cukup tinggi. Apalagi ditambah dengan daerah misi baru yakni Nederlands Nieuw Guinea.

Dengan perbicangan yang begitu lama, baik antara pihak OFM Belanda, pihak MSC Belanda dan Propaganda Fidei (Roma). Akhirnya pada tanggal 28 September 1936, Prefek Propaganda Fidei menyerahkan misi baru ini kepada Fransiskan dan atas kesepakan bersama antara MSC dan OFM yang kemudian hari menjadi misi yang mandiri dari Fransiskan.

Dua hal penting yang masih harus dilakukan, yaitu harus diadakan kesepakan antara Vikaris Apostolik Nederlands Nieuw Guinea dan Provinsi Ordo Fratrum Minorum (OFM) Belanda. Selain itu masih harus diselanggarakan pengutusan dan perpisahan secara gerejani. Kesepakan itu ditandatangani pada 22 Desember 1936 di Tilburg oleh Minister Provinsial Belanda, Pater Honoratus Caminada, OFM dan Superior Provinsi MSC Belanda Pater Nico Verhoeven, MSC. Yang terakhir ini, menandatangani kesepakatan tersebut atas nama Vikaris Apostolik Nederlands Nieuw Guinea Mgr. Aerts, MSC. Di dalamnya dijelaskan pertama-tama tentang daerah misi yang akan diberikan kepada Fransiskan (bdk. Jan Slot, “Fransiskan Masuk Papua Jilid I”, Red, hal. 12-13).

Perpisahan secara gerejawi para misionaris pertama pada tanggal 29 Desember 1936 di gereja Hartenbrug Leiden. Peristiwa ini merupakan sebuah peristiwa bersejarah dalam pembukaan misi baru di Papua. Perayaan ini dilakukan secara meriah dan disiarkan oleh salah satu radio di Belanda (KRO). Hampir seluruh anggota OFM Belanda hadir dalam peristiwa ini. Di saat yang sama Pater Provinsial menyerahkan salib misi kepada saudara-saudara yang akan menjadi misionaris di Papua. Setalah perayaan Ekaristi itu selesai, perpisahan pun terjadi, kerena keenam misionaris Papua itu langsung berangkat ke Genua dengan kereta api. Sesampai di Genua mereka akan menggunakan Kapal laut menuju Papua.
Keenam Misionaris OFM dari Belanda yang ditugaskan di tanah Misi Nieuw - Guinea (sekarang dikenal dengan "Papua"). Mereka berangkat dari Belanda pada tanggal 29 Desember 1936. Para saudara ini terdiri dari lima orang pastor dan satu orang Bruder. Pada tanggal 29 Januari 1937, keenam Misionaris ini tiba di Batavia (sekarang Jakarta) Jawa. Perkenalan mereka dengan dunia Hindia - Belanda sangat menakjubkan mereka.

Tulis Sdr. Van Egmon : "semuanya menakjubkan, kota, alam, cara hidup orang-orang setempat, sebagaimana saudara-saudara bertingkah laku, singkatnya semuanya itu bagi kami merupakan dunia baru. Waktu di Belanda, sesungguhnya kami tidak mengetahui sedikit pun tentang dunia dengan iklim tropis".

Sebelum ke Papua, perjalanan mereka melalui Makassar dan Ambon, dengan tujuan Tual-Langgur di Kei Kecil (tempat ini adalah pusat Misi Katolik untuk Nieuw Guinea dan Pusat "Missionarii Sacratissimi Cordis" dikenal dengan MSC). Mereka diterima sangat hangat dan ramah di Tual-Langgur. Dari Tual mereka menyebar. Sdr. Van Egmond dan Sdr. Vugts pergi ke Ternate (Maluku Utara), yang pada awalnya Ternate menjadi pusat misi yang baru bagi OFM. Sdr. Moors dan Sdr. Vendrig ditentukan ke Manokwari (Papua Barat). Sedangkan Sdr. Louter dan Sdr. Tettero berangkat ke Kaimana (Papua Barat). Maka pada tanggal 18 Maret 1937, mereka untuk pertama kalinya menginjakan kaki di Nieuw Guinea. Dari Kaimana (Papua Barat), Sdr. Louter dan Sdr. Tettero ke Fak-Fak (Papua Barat), tepatnya di desa Gewirpe.

2. Cerita Awal Misi Fransiskan di Hubula (Lembah Balim).

Upaya Misionaris Katolik (OFM) untuk melakukan suatu Misi ke daerah Lembah Baliem, mengalami berbagai kegagalan. Mulai dari Sdr. Misael Kammerer ( Sdr ini dikenal sebagai seorang yang tangguh menjelajahi daerah pegunungan Papua) yang melakukan perjalan dari ke Lembah Baliem via Ilaga ( Skrng Kab. Puncak- Prov. Papua) bersama dengan orang-orang yg bersedia mengantarnya pada perjalan itu. Sdr. Misael ditemani oleh seorang guru, dia adalah Moses Kilangin (Putra Amungme). Dengan setia sang guru ini, bersedia mengantar Sdr. Misael dalam Misi tersebut. Perjalan ini pada kenyataannya tidak sampai pada tujuan yg dituju, mereka hanya sampai pada wilayah Baliem Barat. Mereka tinggal di wilayah Baliem Barat (sekarang dikenal dengan Kab. Lani Jaya dan Kab. Tolikara) kurang lebih 6 hari, mulai dari tanggal 09 sampai 14 Maret 1954 sebelum mereka melakukan perjalan pulang.

Akhirnya pada tanggal 19 Januari 1958 Sdr. Audifax Arie Blokdijk pergi ke Wamena untuk Orientasi selama 2 hari (tanggal 19-21 Januari 1958 dan untuk mempersiapkan membuka Pos pertama Gereja Katolik di Baliem. Sdr. Ari Blokdijk pergi ke Lembah Baliem (Wamena-Kab. Jayawijaya) menumpangi sebuah pesawat Norsemen dari Sepic Airways Company, Papua New Guinea. Tanggal ini 19 Januari diabadikan sebagai tanggal mulainya Misi Katolik di Lembah Baliem. Setalah menyelesaikan Orientasi tersebut, Sdr. Ari Blokdijk kembali ke Hallandia (Jayapura) untuk mempersiapkan segala hal untuk Misi tersebut.

Pada tanggal 5 Februari 1958, Uskup Manfred Staverman dan Sdr. Arie Blokdijk bersama dua orang dari Waris, Anton Amo dan Dionisius Lenk Maunda, tiba di Wamena dan mereka mulai mendirikan pos Gereja Katolik yang pertama di Lembah Baliem, yaitu di Wamena, tepatnya di Wesagima atah Wesaima, dekat Kali Wesek.

3. Karya – Karya Fransiskan di Hubulama

Awalnya terasa sulit dan semuanya serba baru, namun hal itu tidak membuat para Misionaris untuk menyerah dan meninggalkan Lembah Balim (Hubulama). Pada hari Minggu tanggal 09 Februari 1958 jam 08.00 pagi, Pater Arie  memimpin perayaan Ekaristi Kudus perdana dalam suasana haru bersama dengan 20 orang Katolik di Pos penjagaan Polisi Wesaput. Umat Katolik terdiri dari : Kontrolir (kepala pemerintahan setempat, Bpk. Roel Gonsalves), seorang pegawai pemerintahan, 4 anggota Polisi, 7 orang Ekari dan 2 pemuda dari Waris. Mereka adalah umat Katolik pertama di Wamena, yang kemudian berkembang menjadi paroki Wamena kota.
Perlu diketahui bahwa, sebelum misi Fransiskan masuk ke lembah Hubulama, sudah ada misi penginjilan lain yang sudah terlebih dahulu berkarya di daerah tersebut. Sebut saja seperti CAMA, UFM dan beberapa yang lainnya. Maka sebenarnya timbul pertanyaan, mengapa misi Katolik masih harus datang? 

Satu kemajuan yang luar biasa, yaitu pada tanggal 26 April 1958 Pater Arie sudah menempati pastoran baru yang berukuran 9 X 3 M, walaupun sederhana namun amat berguna bagi Pater Arie di awal-awal misi katolik di Lembah Hubulama. Pada waktu itu kapela yang dibangun belum selesai, maka pesta paskah tahun itu masih dirayakan di pos polisi. Kapela baru digunakan pasa saat pesta Pentakosta pada tahun yang sama. Kapela itu berkapasitas 40-50 orang.

1. Membuka Daerah – Daerah Baru

Pada tanggal 03 Juli 1958 bapak Uskup telah menunjuk Pater Nico Verheyen, OFM sebagai misionaris yang kedua untuk lembah Hugulama. Ia dapat dinantikan dalam waktu dekat dan Pater Nico akan ditempatkan di daerah Hubikiak. Namun rencana tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena Pater Nico mendapat luka dalam suatu kecelakaan motor di Jayapura, sehingga ia harus berobat dalam waktu yang relatif lama. Tak membuang waktu, Pater Arie, OFM segera pergi ke daerah Hubikiak untuk melihat apakah mungkin membuka Pos Gereja Katolik yang baru.

Misionaris yang kedua, yakni Pater Nico Verheyen, OFM tiba dengan selamat di Wamena pada tanggal 10 September 1958. Dengan semangat yang besar ia memulai tugas yang baru di lembah Hugulama. Setelah menjalani masa orientasi di sekitar Wamena, Pater Nico mulai mempersiapkan pembukaan pos misi Katolik yang pertama di luar Wamena, yaitu wilayah suku Hubikiak. Sementara masih berorientasi di daerah Hubikiak, Pater Nico sudah pergi mengunjungi satu daerah yang lebih jauh lagi, yaitu daerah Pelebaga di daerah hulu kali I Bele.

Pada hari Selasa 04 November 1958 Pater Nico mulai menetap di daerah Hubikiak. Dengan membawa sejumlah perlengkapan ia dihantar melalui kali Balim sampai di muara kali Holim. Sehari sebelumnya ia sudah memilih suatu lokasi sementara tidak jauh dari kali Holim. Pada tanggal 10 November di tahun yang sama, Pater Arie dan Pater Nico mengunjungi daerah Hubi-Kosi dengan harapan bantuan dari orang Hubi Kosi, agar misi Katolik dapat masuk lagi ke I Bele.
Pada 11 November 1958 sebuah pastoran baru sudah selesai dikerjakan di Holima, maka Pater Nico secara tetap tinggal di situ. Pastoran ini berada dekat jalan lembah dan juga dekat kali Holim dan kampung Pabiloma. Selain mewartakan Injil, Pater Nico membuka sebuah poliklinik. Melalu Poliklinik tersebut, Pater Nico mendapat banyak kontak juga dengan suku-suku di sebelah Barat Holima dan bersama dengan Pater Arie, mereka mulai mengunjungi daerah tersebut dengan tujuan segera mungkin mumubuka pos yang kedua di luar Wamena.

Pada tanggal 18 Desember 1958, Pater Nico dan Arie pergi ke daerah Musatfak bersama Kepala Suku Kumeleken untuk meilihat situasi dan kondisi di sana. Daerah ini diselidiki lebih lanjut oleh Pater Nico dan akhirnya ia memutuskan untuk menetap di daerah Wetipo- Alua mulai hari Senin tanggal 05 Januari 1959. Sementara  mencari Pater Arie mencari suatu lokasi yang cocok untuk Pos misi. Pada hari Kamis, tanggal 08 Januari 1959 mereka mendirikan sebuah tenda sebagai pos kedua di luar Wamena yaitu Musatfak.

Pada tanggal 12 Januari 1959 Br. Eddy van Daal, OFM tiba di Wamena dan ia langsung mulai menangani berbagai tugas di Wesaima yaitu urusan rumah tangga biara OFM, Kebun, pembangunan gedung Gereja dll. Pada awal Februari 1959 Pater Nico mendapat giliran untuk tinggal di Pos misi di Wesaima. Pada waktu di temapt ini, ia memakai kesempatan itu untuk mengunjungi daerah Welesi, Napua dan Pelebaga. Pada tanggal 21 Februari 1959 Gereja Katolik di Lembah Hubulama mendapat tambahan tenaga misionaris. Dia adalah Pater Piet van der Stap, OFM
Tanggal 20 Maret 1959 Pater Nico dan Pater Arie, serta dua penunjuk jalan dan seorang anak dari Musatfak berangkat dari Musatfak mengunjungi daerah Kimbim, mereka berdua sempat bertemu dengan Kepala suku Silo Doga di sana. Namum mereka disuruh unruk kembali ke Wamena. Pada April 1959 pater Nico dan Pater Arie mengadakan perjalan yang kedua ke daerah Kimbim, di sana mereka diterima dengan baik oleh masyrakat, ditambah lagi Pater Nico yang mulai banyak mengobati banyak warga yang sakit. Tidak mengehrankan bahwa diundang oleh warga ke sana ke mari demi suatu pelayanan kesehatan.

Pada tanggal 28 Desember 1959 tibalah Pater Yohanes Jorna, OFM di Wamena dan pada tanggal 07 Januari 1960 ia sudah mulai bertugas sebagai pastor untuk daerah Musatfak, sehingga pater Nico dapat membuka pos misi di daerah Kimbim. (namun Pater Nico kembali gagal dalam membangun pos misi di Kimbim). Setelah menyesuaikan diri dengan situasi di Lembah Hubulama, ia membangun gedung SD Sama dan gedung SD di kampung Pintema (Pindah dari Wanima) dan sebuah honai pastoran Musatfak yang lebih baik dari awalnya.

Dengan berbagai usaha yang dihadapi oleh misionaris dalam membuka pos misi Katolik di Kimbim. Akhirnya, pada pertengahan bulan April 1961, pater Herman Peters, OFM diizinkan untuk membuka pos misi di daerah Kimbim  yaitu di Miligatnem. Dengan bantuan masyarakat ia membangun sebuah pastoran, gedung Sekolah dan rumah guru. (Alasan lain Kimbim menerima misi Katolik, karena masyarakat Kimbim takut pada Polisi dan juga terhadap pihak CAMA yang akan membakar adat mereka).

Daerah Siep – Kosi (Yumugima) telah dikunjungi beberapa kali oleh seorang misionaris dan entah apa yang menjadi motivasi mereka, seorang Kepala Suku bernama Hulubuk dari kampung Yumugima datang ke Wesaima pada bulan Mei 1960 dan minta untuk seorang pater datang ke daerah mereka dan menetap di situ. Hal diterima baik oleh pihak misi Katolik. Maka pada tanggal 09 Mei 1960 Pater Piet van der stap, OFM memenuhi undangan tersebut dengan menetap di Yumugima. Masyarakat sangat gembira dengan kedatang pater ini. Pater Piet pindah kembali ke Wesaima dan pekerjaannya diteruskan oleh Pater Frans van Maanen, OFM yang telah tiba di lembah Hugulama pada 31 Oktober 1960. Pater ini berkeliling di sekitar daerah Siep – Kosi bersama dengan Pater Peters sampai daerah Sekan di gunung dan kampung Anelagak di ujung timur. Stasi Yumugima dipakai sebagai batu loncatan misi Katolik ke daerah Kurelu dan Pater Frans van Maanen, OFM ditunjuk untuk membuka misi tersebut.

Simokak – Yiwika Daerah Suku Logo – Mabel. Pada tanggal 01 Desember 1960 Pater Frans memasuki daerah Kurelu dengan maksud untuk menetap di situ. Ia berangkat dari Yumugima, tidak lewat Aikima. Pada waktu melewati kali elokora, Pater Frans bertemu dengan kain Kerulu di kali itu. Pada saat itu Pater Herman Peters, OFM mengenalkan Pater Frans kepala Kelapa Suku Kurelu. Mereka di terima dengan baik. Maka di saat yang sama diputuskan untuk membangun pusat misi di Kampung Simokak. Dengan demikian Gere ja Katolik hadir daerah Kurelu sejak tanggal 01 Desember 1960. Dengan semangat yang besar Pater Frans membangun rumahnya di Simokak.

Pada tahun – tahun enampuluhan terjadi juga banyak mutasi dalam tim pastoral. Contohnya seperti pater Frans Verheyen, OFM yang jatuh sakit dan digantikan oleh Pater Frans Lieshout sebagai pastor Musatfak, namun pada bulan Mei 1967 ia tukar tempat dengan Pater Cris Severins, OFM sebagai pastor di Bilogai. Yiwika ditinggalkan kosong karena pater Frans van Maanen, OFM menjadi pemimpin resor pada bulan April 1965 dan pengganti di Yiwika baru tiba pada Maret 1966, yaitu Pater Frans Verheyen, OFM. Pada waktu yang hampir sama Pater Camps, OFM ditarik ke Jayapura untuk menjadi pembina asrama SMP selama satu tahun lebih. Oleh karena itu kekurangan tenaga, maka yang masih ada harus merangkap dua atau tiga tempat sekaligus. Akibatnya ialah bahwa sejumlah kontak dengan masyarakat menjadi lemah. Hal ini dialami oleh Pater Nico Verheyen, OFM di Paroki Pikhe, kususnya di Hom-Hom di mana tiba-tiba dibuka pos oleh pihak GKI. Pada tahun 1969 datanglah dua orang misionaris OFM provinsi Jakarta untuk membantu misi di Lembah Hubulama. Mereka itu adalah Pater Michael Angkur, OFM dan Br. Ino Kedang.

2. Pendidikan

Sejak awal kehadiran Gereja Katolik di Tanah Papua, Gereja telah mendirikan sekolah-sekolah sebagai pelayanan Gereja kepada masyarakat melalui pendidikan formal, meskipun pada awalnya masyarakat tidak memintannya dan belum menyadari kepentingannya. Misi Katolik di Lembah Hubulama akhirnya memutuskan bahwa pendidikan formal harus cepat dimulai dan menetapkannya sebagai satu bidang pelayanan Gereja untuk mempercepat pembangunan manusia Hubulama. Maka dipilihlah seorang misionaris awam asal Belanda, Bapak Willy Westerink sebagai pemimpim proyek pendidikan di Lembah Hubulama, yang pada tahap pertama meliputi empat SD yaitu, Wamena, Holima, Musatfak dan Wanima.

Pada tahun 03 September 1959 tibalah seorang misionaris awam Katolik, bapak Willy Westerink Lembah Hubulama. Bapa Willy tiba di Wamena bersama dengan guru Karel Patiran. Mereka mempersiapkan segala sesuatu agar sekolah segara dibuka dan proses pembelajaran dilaksanakan. 

Pada tanggal 03 November 1959 diresmikan SD Katolik Wamena, yang sekaligus merupakan SD pertama di Lembah Balim. Guru pertama di SD ini meliputi: bapak Willy W. (Sebagai Kepala Sekolah), Frans Harbelubun, Karel Patiran, David Tewa dan Karel Kamoropeyau). Sekolah keduapun dibuka di Holima pada tanggal 18 Januari 1960 dengan jumlah murid 20 anak. Guru guru mereka antara lain bapak Bas Rettob dan baak Bas Tawa (sementara waktu). Pada 31 Mei 1960 sekolah ketiga dibuka. Tepat SD Wanima. Guru David Tewa ditugaskan di situ dengan jumlah murid 3 samapai 8 orang anak. SD Keempat diresmikan di Musatfak pada 02 Juni 1960 dengan jumalah murid sebenyak 30 murid. Guru pertama ialah bapak Karel Patiran. Dan SD yang kelima dubuka di Yumugima, daerah suku Siep - Kosi pada tanggal 01 November 1960. SD yang dibuka oleh Pater, yakni SD Miligatnem diresmikan pada bulan September 1961 dengan seorang guru muda muda dari (ODO) Fak-Fak dan jumlah muris sebanayk 18 anak. Pater Herman, OFM sudah mulai memberikan pelajaran Agama di Sekolah. Dikemudian hari muncullah sekolah - sekolah Katolik lainnya di Lembah Hubula. Pada bulan Januari 1961 dibangun sebuah sekolah. Pada 01 Februari 1961 Guru Yan Amo mulai mengadakan proses belajar mengajar. Jumlah murid berjumlah 26 anak.

Dengan berbagai pertimbangan, terkait dengan tamatan SD di Hubulama yang setamat SD harus melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi (setara SMP) keluar dari Wilayah Hubulama, maka diputuskan akan dibangun SMP misi bagi tamatan SD di Wilayah Hubulama. Tanah untuk kompleks SMP Misi mulai diratakan pada tahun 1971 dan seterusnya mulai dibangun sebuah gedung Sekolah Menengah Pertama. Gedung ini diresmikan pada pemerintah tertanggal 27 Mei 1971. Mulai terhitung tanggal 01 Januari 1979 SMP Katolik St. Thomas mendapat subsidi dari pemerintah. Kepala sekolah pertama ialah bapak Stef Sumarno, yang mulai dengan 10 murid.

Karya pendidikan yang dipimpin oleh bapak Willy Westerink bersama guru- guru awal sangatlah berkembang. Para guru antara lain : Karel Patiran, David Tewa, Frans Harbelubun, Karel Kamoropeyau (yang sudah disebutkan di atas). Tak lupa patut disebutkan mereka yang lain, Jacobus Emeyauta, Yan Amo, Agustinus Kabes, Ambrosius Mote dan para guru yang lainnya. Di sini tentu masih banyak peran guru baik awam maupun biarawan-biarawati yang tidak dapat disebut satu per satu.
Jauh sesudahnya barulah dibangun sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) Katolik di Wamena. Gagasan pendirian sekolah tersebut datang dari tokoh-tokoh umat di Wamena pada tahun 1993. Pada waktu itu, Pater Frans Lieshout, OFM menjabat sebagai dekan di Hubulama. Pada tanggal 03 April 1995 didirikan SMA Katolik Santo Thomas Wamena. Sekolah ini diresmikan oleh Sekwilda Jayawijaya pada tanggal 24 Juli 1995. Bapak Viktor Kudiai ditunjuk sebagai Kepala Sekolah yang pertama. Dikemudian hari, gedung sekolah ini diberkati oleh, Mgr. Herman M, OFM dan Mgr Leo L, OFM pada 29 September 1998.

3. Permandian Pertama Di Lembah Hugulama

Kapan Gereja Katolik mempermandikan orang di suatu daerah baru seperti di lembah Hubulama? Pada tanggal 04 Agustus 1963 telah dipermandikan lima putera Hubulama oleh Pater Arie Blokdijk, OFM dengan wali baptis bapak Willy Weterink dan Ibu Maria Offermans. Kelima baptisan adalah: Niko Wauw Huby (asal Wamena), Thomas Neleherik Himan (asal Pugima), Yan Abiselek Huby (Asal Pikhe), Petrus Namelek Huby (asal Wesaput) dan Leo Hubi (asal Wesama). Kemudian tanggal 29 Maret 1964 dipermandikan satu pemuda dari kelompok yang sama, yaitu Abraham Iliakot Itlay (Asal Pugima). Di waktu yang akan datang terus bertambah baptisan baru dalam Gereja Katolik.

4. Kursus Kader Gereja 

Pada tahun 1960 sudah dipikirkan dan dibicarakan kebutuhsn akan katekis atau guru agama putra Hubulama, tetapi pada waktu itu belum ada calon-calonnya. Atas dorongan Uskup dan Vikarisnya, maka para misionaris di Hubulama sepakat untuk memulai dengan kursus Katekis yang pertama pada bulan september 1963 di bawa pimpinan bapak Willy, namun karena bapak Willy pulang ke Belanda, maka kursus tersebut ditunda lagi. Syukurlah bahwa keuskupan mendapat tenaga baru yang siap menjalankan tugas tersebut. Dia dalah bapak Frans Stopel, seorang ahli pendidikan dan misionaris awam.

Awal bulan Januari 1964 dimulai dua kursus katekis sekaligus. Kursus itu meliputi, Pertama, Kursus Katekis Dani. Dari kursus ini sebanyak sepeluh orang dinyatakan lulus dan mereka langsung ditugaskan di Pos masing-masing. Mereka dinyatakan lulus pada Desember 1964. Kedua, Kursus Ketekis Umum Keuskupan (yang meliputi kursus Stopel I dan Stopel II).  Dari kursus ini dinyatakan 18 belas peserta lulus dan juga mulai ditempatkan di pos mereka masing-masing.

5. Pertanian dan Peternakan

Pada tanggal 02 Desember 1964 datanglah seorang misionaris awam Hans Wieser dari Austria, disponsori oleh aksi puasa jerman, tiba di Wamena untuk memimpin karya pembangunan Gereja dan masyarakat di bidang pertanian dan peternakan. Ia mulai bertugas di Wesaima di mana brudur Eddy, OFM sudah mulai menangani bidang tersebut. Pada bulan Juni 1964, berkat bantuan Oleh David Itlai, ia membeli sebidang tanah (10 Hektar) atas nama Gereja Katolik. Tanah itu terletak di luar Wamena Kota. Tepatnya di Sinapup. Kompleks ini sudah siap pada bulan November 1964 untuk mulai kursus praktek pertanian dan peternakan yang pertama bagi pemuda Hubulama. Kursus ini selanjutnya diselenggarakan setiap dua tahun berturut turut sampai pada tahun sembilan puluhan dan banyak menghasilkan banyak petani yang trampil dan yang kemudia tersebar di seluruh daerah Lembah Hubulama.

6. Pertukangan

Pada tahun 1967 Bruder Henk Blom, OFM (seorang arsitek dan ahli bangunan) tiba di Wamana. Ia segera menata kompleks misi di Wamena yang terdiri dari sejumlah bidang tanah berbentuk persegi tiga. Ia juga menggambar beberapa bangunan berbentuk tiga atau bersayap tiga yaitu: karya mulia, susteran, sekolahan, pestoran, hanggar pesawat dan asrama yang ada di wilayah Hubulama. Setelah pusat karya mulia dibangun secara sangat sederhana, ia mulai mengumpulkan bahan bagi bagunan-bangunan permanen. Perlu dicatat bahwa pada bulan Februari 1972 karya mulia mulai menyelenggarakan kursus pertukangan bagi orang Hubulama. Kursus ini dimulai dengan delapan peserta dan mereka dinyatakn lulus dan berhasil.

7. Paroki –Paroki di Wilayah Hubulama

Wilayah Wamena Timur dan Selatan: Paroki Hebupa  (termasuk Welesi dan Pelebaga) menjadi wilayah paroki sendiri pada Agustus 1969 dengan pastor paroki ialah Pater Mikhael Angkur, OFM. Dengan demikian Hepuba menjadi wilayah pelayanan atau peroki tersendiri. Wilayah ini sudah seringkali dilayani oleh Pater Camps, OFM secara rutin. Paroki Welesi daerah ini sudah dikunjungi oleh Pater Nico Verheyen, OFM pada tahun 1959 dan juga pater Camps, OFM pada tahun 1963. Namun menjadi paroki namun pada kenyataan masih dilayani oleh Pater dari Hepuba. Paroki Elagaima, didirikan oleh Pater Michael Angkur bersama pater Dehing, OFM dan Br Eligius Fenentruma, OFM pada bulan Mei 1973. Namun sebenarnya Elagaima sudah dibuka pada tahun 1966 oleh Pater Frans Lieshout, OFM sebagai salah satu stasi dari Wilayah Paroki Musatfak. Paroki Pugima menjadi paroki sendiri pada tahun 1968, dimana Pater Camps, OFM ditugaskan sebagai pastor di situ. 

Sejak saat inilah disebut sebagai paroki.
Wilayah Wamena Barat: Paroki Pikhe, wilayah ini sudah dikunjungi oleh Pater Nico Verheyen pada tahun 1958 sampai pada tahun 1960. Namun menjadi paroki pada oktober 1963 dimana Pater Nico ditugas sebagai pastor yang tetap di situ. Paroki Musatfak, Wilayah ini sudah ditempati oleh beberapa misionaris yang tetap, mulai dari Pater Nico 1959, Pater Jorna 1963, kemudian menyusul Pater Frans Verheyen. Kemudia pada tanggal 05 Mei 1964 Pastor Frans Lieshout menjadi pastor paroki keempat di Paroki Musatfak. Paroki Wo’igi Kimbim, wilayah ini sudah dilayani oleh Pater Herman Peters, OFM pada April 1961. Akan tetapi Pater Jorna OFM mendapat izin untuk menetap sebagai pastor di wilayah ini pada 04 April 1963. Paroki Yiwika, wilayah ini sudah dibuka oleh Pater Frans van Maanen pada tanggal 01 Desember 1960 tepatnya di Simokak. Namun akhrinya pindah di temapt yang sekarang pada tahun 1963, dengan tujuan dibangun sebuah bandara perintis untuk Cesna milik AMA. Kemudia pater Frans van Maanen digantikan oleh Pater Frans Verheyen pada tahun 1966 dan setrus datang tenaga misionaris lainnya, antara lain Pater Camps, OFM yang datang pada tahun 1969. Paroki Wamena Kota, Mula-mula wilayah ini berpusat di Wesaima namun akhirnya dipindahkan ke dalam kota Wamena. Pater Arie menjadi pastor pertama di wilayah ini, kemudian menyusul pater Nico dan para misionaris yang lainnya.

Semoga Bermanfaat

Post a Comment

0 Comments